Uang Panai’: Tradisi Bugis Makassar

Penulis: Amirul Haq Syaharuddin

Kalau kamu pernah dengar istilah uang panai’, kemungkinan besar kamu sudah akrab dengan budaya Bugis Makassar. Dalam adat mereka, sebelum menikahi seorang perempuan, laki-laki harus menyiapkan sejumlah uang sebagai bentuk penghargaan terhadap keluarga calon mempelai wanita. Nah, itulah yang disebut uang panai’. Tetapi, jangan keliru. Uang panai’ bukan mahar seperti yang diatur dalam Islam. Ini lebih ke tradisi turun-temurun. Uang panai’ diberikan sebelum acara pernikahan dilangsungkan—biasanya berjarak sebulan atau dua bulan sebelumnya—sebagai bukti bahwa si pria serius dan siap menanggung tanggung jawab rumah tangga. Namun, perlu dicatat bahwa uang panai’ ini hanya diperuntukkan bagi perempuan yang berasal dari Bugis Makassar. Adapun apabila pria Bugis Makassar ingin menikah dengan wanita selain Bugis Makassar, maka hal tersebut dikembalikan kepada kesepakatan antara kedua belah pihak.

Komponen Penentu Uang Panai’

1. Pendidikan Calon Pengantin Perempuan

Semakin tinggi pendidikannya—misalnya lulusan S1, S2, atau lulusan dari kampus ternama, baik dari dalam maupun luar negeri—biasanya semakin tinggi pula nilai uang panai’. Ini dianggap mencerminkan kualitas dan prestasi sang perempuan. Adapun nominalnya bisa mencapai ratusan juta. Sedangkan lulusan SMA ke bawah biasanya hanya berputar pada belasan atau puluhan juta.

2. Status Sosial dan Keturunan Keluarga

Jika perempuan berasal dari keluarga terpandang, bangsawan, atau memiliki posisi penting di masyarakat—seperti anak kiai atau ustaz—maka keluarga akan merasa perlu menjaga martabat dengan menetapkan uang panai’ yang lebih tinggi. Tetapi biasanya, apabila sang kiai atau ustaz paham betul akan ajaran sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang menganjurkan untuk memudahkan kaum pria, maka akan terjadi sebaliknya—biasanya hanya berputar pada puluhan juta rupiah saja.

3. Pekerjaan dan Kesiapan Laki-laki

Uang panai’ juga menyesuaikan dengan kemampuan finansial calon suami. Kalau si laki-laki sudah mapan secara ekonomi, keluarga perempuan biasanya merasa wajar memberi angka yang lebih besar—namun tetap bisa dibicarakan.

Dampak Positif Uang Panai’

1. Simbol Keseriusan

Uang panai’ menunjukkan bahwa laki-laki benar-benar siap menikah. Ia sudah berjuang, menabung, dan bersungguh-sungguh untuk memantaskan diri. Ini juga merupakan ciri khas pria Bugis Makassar yang dikenal tangguh dan akan terus berjuang, walau harus mengorbankan banyak hal—tentunya bukan pada hal yang dapat mengurangi harga diri mereka sebagai seorang laki-laki.

Di antara hal yang menakjubkan yang penulis saksikan sendiri adalah bagaimana perjuangan sebagian orang tua Bugis Makassar yang memiliki anak laki-laki. Mereka menyiapkan uang panai’ bertahun-tahun sebelum anak mereka siap menikah, melalui investasi jangka panjang seperti membeli beberapa hektare tanah ataupun aset lainnya. Nantinya, apabila anak-anak mereka sudah siap menikah, aset-aset tersebut bisa dijual untuk kebutuhan uang panai’ ataupun pesta pernikahan.

2. Bentuk Penghormatan terhadap Perempuan dan Keluarga

Tradisi ini dari beberapa sisi sudah sesuai dengan syariat Islam. Tradisi ini mengajarkan bahwa perempuan itu berharga dan layak dihargai secara lahir dan batin. Ini juga bentuk penghargaan terhadap keluarga yang sudah membesarkan dan mendidik anak perempuannya.

Dampak Negatif Uang Panai’

1. Menjadi Beban Finansial

Kadang uang panai’ dipatok terlalu tinggi di luar kemampuan laki-laki. Akibatnya, calon pengantin pria bisa merasa terbebani, bahkan tertekan secara ekonomi. Bahkan ada yang sampai berutang demi memenuhi keinginan calon mempelai wanita.

Satu contoh nyata yang penulis saksikan sendiri adalah seorang pria yang berutang demi memenuhi keinginan calon mempelai wanita. Sampai pernikahan mereka berumur tiga tahun lamanya, utang tersebut belum juga lunas. Ini menyebabkan nafkah yang diberikan kepada sang istri di bawah standar atau tidak sesuai harapan karena harus mencicil utang tiap bulan. Pada akhirnya, pernikahan mereka berujung pada perceraian—waliyadzubillah.

2. Menunda atau Membatalkan Pernikahan

Tak sedikit pasangan yang sudah siap menikah tetapi gagal hanya karena tidak mampu memenuhi uang panai’. Ini sering terjadi jika tidak ada kompromi antara adat dan realitas.

Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang menempuh jalan yang sangat keji, seperti berzina—waliyadzubillah—yang dari hal tersebut menyebabkan hamil sebelum nikah. Akibatnya, uang panai’ menjadi turun karena terpaksa harus dinikahkan. Padahal agama Islam telah melarang keras perzinahan maupun hal-hal yang mendekatinya.

Kesimpulan dan Saran

Uang panai’ adalah tradisi Bugis Makassar yang sarat makna dan penghargaan terhadap perempuan serta keluarga. Untuk menjaga agar tradisi ini tidak menjadi beban, perlu adanya komunikasi yang baik antar keluarga dan kesadaran bahwa nilai sebuah pernikahan bukan ditentukan oleh uang, melainkan oleh komitmen dan keberkahan. Alangkah baiknya apabila uang yang ditabung atau diusahakan oleh calon mempelai pria dipergunakan pada hal-hal yang lebih bermanfaat, seperti modal bisnis atau kebutuhan rumah tangga yang jauh lebih penting daripada digunakan untuk biaya resepsi pernikahan mewah yang menghabiskan dana ratusan juta rupiah. Karena pada akhirnya, nilai sebuah pernikahan bukan dari besar kecilnya uang panai’ ataupun mewah tidaknya pesta pernikahan, tetapi dari kesungguhan untuk hidup bersama, saling menghormati, dan membangun keluarga yang bahagia.