Penulis: Lilim Abdul Halim
Secara etimologi dakwah berasal dari bahasa arab yaitu da’a, yad’u, dakwatan, yang berarti memanggil, mengundang atau mengajak. Sedangkan secara terminologi, dakwah adalah perintah atau seruan kepada sesama manusia untuk kembali dan hidup sepanjang ajaran Allah yang benar. Dakwah adalah menyeru manusia kepada kebajikan dan melarang kemungkaran agar mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat. Dakwah merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para pengemban dakwah untuk merubah sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan allah, dan secara bertahap perikehidupan yang islami.[1]
Pembahasan mengenai dakwah tentu tidak lepas dari peran da’i (aktivis dakwah) dan mad’u (mitra dakwah), karena dua hal ini merupakan komponen penting dalam dakwah.
Bila kita cermati pengertian dakwah di atas, maka dakwah memiliki makna yang sangat luas. Dakwah tidak dibatasi dengan ruang dan waktu, begitu pun dakwah tidak dibatasi dengan seorang ustadz atau ulama saja. Setiap orang memiliki kewajiban yang sama dalam berdakwah. Setiap orang memiliki tugas yang sama untuk mengajak kepada kebaikan. Adapun yang membedakan ialah bagaimana cara seorang da’i menyampaikan pesan-pesan dakwah nya kepada mitra dakwah.
Pun mahasiswa memiliki tugas yang sama untuk berdakwah. Mahasiswa harus bisa mengambil peran demi berkembangnya dakwah islamiyah. Mahasiswa harus bisa kreatif menemukan metode dakwah yang tepat agar pesan-pesan dakwah nya bisa diterima mitra dakwah.
Mahasiswa mengenal 3 kewajiban perguruan tinggi yang dinamakan “Tri Dharma Perguruan Tinggi”. Adapun 3 kewajiban tersebut ialah pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Maka dalam hal ini, 3 poin ini bisa dijadikan peluang bagi seorang mahasiswa untuk mengambil peran dalam mengembangkan dakwah islamiyah.
Mahasiswa bisa menjadikan pendidikan sebagai metode untuk berdakwah. Misalnya, dengan melakukan pengajaran mengenai ajaran-ajaran islam sehingga pesan-pesan dakwah bisa sampai kepada mitra dakwah. Maka dengan ini terwujudlah dakwah bil lisan.
Seorang mahasiswa juga dituntut untuk selalu melakukan penelitian terhadap suatu hal dan tidak menerima informasi yang berhubungan dengan hal tersebut secara mentah. Umpanya seorang mahasiswa mendapatkan informasi dari seorang guru bahwa shalat itu wajib. Maka alangkah baiknya, seorang mahasiswa melakukan penelitian dan menelaah lebih dalam lagi mengenai dalil-dalil yang menjadi landasan bahwa shalat itu wajib, sehingga akhirnya mereka bisa menyampaikan hasil penelaahannya itu kepada mitra dakwah melalui tulisan dan menyebarkannya di berbagai media. Maka dengan ini terwujudlah dakwah bil kitabah.
Diantara poin yang tercantum dalam tri dharma perguruan tinggi, mahasiswa juga memiliki kewajiban untuk mengabdi kepada masyarakat. Dan hal ini bisa dijadikan peluang dalam berdakwah. Yaitu dengan memberikan teladan yang baik kepada masyarakat sehingga secara tidak langsung bisa mengajak masyarakat untuk mengerjakan hal-hal baik yang sebelumnya telah dicontohkan oleh para mahasiswa. Maka dengan ini terwujudlah dakwah bil hal. Seorang mahasiswa harus bisa mengambil peran dalam mewujudkan dakwah islamiyah yang efektif. Maka dari itu mahasiswa dituntut untuk bisa mengambil peluang dakwah melalui metode pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Dengan pendidikan mahasiswa bisa melakukan dakwah bil lisan. Dengan penelitian mahasiswa bisa melakukan dakwah bil kitabah. Dan dengan pengabdian mahasiswa bisa melakukan dakwah bil hal. Maka dengan metode yang variatif ini diharapkan dakwah islamiyah bisa semakin berkembang.
[1] Rohandi Abdul Fatah dan M. Tata Taufik, Manajemen Dakwah di era global sebuah pendekatan metodologi, (Jakarta: Amissco, 2003).