Penulis: Muhammad Imam Syauqi
Sudahkah kita merasakan bahwa islam telah membantu meningkatkan potensi kecerdasan kita ? kalau belum, mari ganti pertanyaan nya, sudahkah kita benar-benar mempelajari islam dengan baik ?
Allah ﷻ telah memberikan sebaik-baik bekal kepada manusia dalam menjalani kehidupanya yaitu akal. Mathraf bin Abdillah berkata “tidaklah seseorang hamba diberikan sesuatu mulia setelah keimanan daripada sebuah Akal”. Islam datang dengan literatur yang rasional, mengajak orang-orang yang berakal untuk berfikir, memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan, berinteraksi dan merespon tuntutan mereka.
Hukum-hukum syariat ditinjau dari sisi dapat tidaknya dipahami hikmah dan tujuan pensyariatannya terbagi menjadi dua. Yang pertama, Hukum-hukum ta‘abbudiyah: yaitu hukum-hukum yang tidak dapat dipahami adanya keterkaitan antara perbuatan dan hukum yang ditetapkan atasnya. Contohnya seperti jumlah salat, jumlah rakaat, dan beberapa amalan dalam ibadah haji. Dan jenis hukum seperti ini hanya sedikit dibandingkan dengan hukum-hukum yang maknanya dapat dipahami. Yang kedua, Hukum-hukum yang mu‘allalah (maknanya dapat dipahami): yaitu hukum-hukum yang hikmah pensyariatannya dapat dipahami, baik secara langsung dari nash maupun melalui istinbaṭ. Dan inilah jenis hukum yang paling banyak dalam syariat.
Mari kita merenungi sejenak, pernahkah kita sebagai seorang muslim bertanya-tanya apa hikmah dibalik ajaran-ajaran dan ritual ibadah yang telah allah tetapkan bagi kita ? mungkin ibadah yang kita jalani selama ini hampa dari ruh disebabkan ketidaktahuan kita akan maksud dan tujuan yang terkandung di dalamnya ? ya benar, mengetahui maksud dan tujuan dari ibadah yang disyariatkan bukanlah kewajiban agar kita beribadah, cukup lah perintah dari Allah ﷻ dan Rasul Nya. Akan tetapi, salahkah kita menyingkap rahasia kebijaksanaan Allah ﷻ dari syariat Nya? Bukankah Allah ﷻ telah menyebutkan beberapa kali dalam Kitab Nya untuk memahami, menelaah, melihat dan mengambil hukum ? izinkan, kita ambil satu contoh : manusia sebagai makhluk sosial, kita memiliki kebutuhan untuk bersosialisasi satu sama lain. Islam sendiri telah memberikan ruang dan wadah untuk hal tersebut dalam berbagai aspek kehidupan. Setiap hari, umat Islam diajak untuk berkumpul dalam shalat lima waktu di masjid. Setiap pekan, kebersamaan itu diperluas dalam skala yang lebih besar melalui shalat Jumat. Bahkan, dalam skala global, seluruh umat muslim dari berbagai penjuru dunia berkumpul di Padang Arafah saat ibadah haji, mengenakan pakaian yang sama dan berada dalam keadaan yang sama. Semua ini menegaskan betapa pentingnya berkumpul, bercengkerama, dan saling menyapa. Interaksi sosial semacam ini mampu menghasilkan getaran-getaran emosi yang positif. Penulis pernah membaca dalam sebuah kitab bahwa orang-orang yang aktif bersosialisasi cenderung hidup lebih bahagia dan memiliki usia yang lebih panjang. Hal ini dikarenakan mereka secara rutin melakukan semacam “olahraga jantung” melalui gelombang emosi bahagia dan perasaan senang yang mereka peroleh dari interaksi sosial tersebut. Ingat sabda Nabi ﷺ : “Barangsiapa yang suka diluaskan rizkinya dan ditangguhkan ajalnya, hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dan menyambung silaturahim”. Dan masih banyak lagi hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya, Di balik tiap ajaran Islam, tersembunyi lautan hikmah bagi mereka yang berfikir.
Allah ﷻ telah memuliakan manusia dan menyempurnakan penciptaanya serta mengutamakannya atas seluruh alam dengan akal dan ilmu yang dimilikinya, karena keduanyalah yang membuat manusia mulia. Allah berfirman : “Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat” Q.S Al-Mujadalah :11. Oleh karena itu Islam mendorong potensi akal yang dimiliki manusia untuk menembus ilmu pengetahuan, bukankah Allah ﷻ telah memerintahkan kita di dalam Al-Qur’an untuk menelaah, menelusuri, observasi dan bertadabbur ? Islam membentuk kacamatan kehidupan yang berintegritas, berakhlak dan penuh ilmu. Dahulu para cendikiawan dan ilmuwan islam sangat totalitas dalam menuntut ilmu dan memiliki pandangan yang visioner. Salah seorang tokoh intelektual muslim pernah ditanya sampai kapan kamu menuntut ilmu ? beliau menjawab minal mahbarah ilal maqbarah dari kecil hingga akhir hayat menjemput. Berbahan bakar dari sabda Nabi ﷺ para cendikiawan muslim membuat inovasi dan perkembangan ilmu:
{منْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الجَنَّةِ}
Artinya: “Barang siapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”
Lihatlah bagaimana islam telah melahirkan banyak para cendikiawan, ilmuwan dan ulama serta ahli pakar di bidang ilmunya masing-masing. Jabir bin hayyan di ilmu Kimia, beliau menulis buku yang fenomenal pada masanya Asrar al-kimia. Di dalam ilmu Biologi ada Ibnu Nafis, beliau yang pertama kali menemukan saraf peredaran darah manusia. Begitu juga ada Ar razi di bidang pengobatan, beliau menulis kitab Al hawi Fitthib. Begitu juga di ilmu Sosiologi ada Miskawaih yang menulis kitab tajarubul umam wa ta’aqubul himam yang membicarakan kehidupan sosial dan roda ekonomi pada masa Daulah Abbasiah. Terdapat pula seorang Ibnu Khaldun, bapak sosiologi, siapa yang tidak mengenal kitab masyhurnya Al-muqaddimah yang dipelajari di seluruh penjuru dunia. Kita juga mengenal Ibnu Jarir Ath thabari seorang mufassir yang diakui keilmuanya, beliau juga seorang sejarawan handal yang menulis kitab Tarikhur rusul wal muluk, beliau mengumpulkan Sejarah manusia sejak awal mula penciptaan hingga masanya. Dalam ilmu Matematika ada Al Khawarizmi yang mempunyai peran besar dalam perkembangan Ilmu matematika dengan buku nya Al-mukhtashar fi hisabil jabar wal muqabalah.
Dimasa zaman daulah Abbasiah, Abu Ja’far al Manshur mendirikan perpustakaan Darul hikmah serta mendorong para penerjemah dan cendikiawan muslimin untuk menulis dengan memberikan mereka imbalan yang besar. Kemudian dimasa khalifah Al-ma’mun banyak kitab-kitab Yunani, Persia, India dan Romawi diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, sehingga darinya tumbuh banyak cendikiawan dan para ilmuwan muslim. Era kepemimpinan Al-ma’mun dianggap sebagai puncak kejayaan keilmuan dalam peradaban islam. Al-ma’mun berkata: tidak ada sesuatu yang lebih menyenangkan daripada merenungkan pikiran manusia. Tercatat umat islam memiliki kontribusi dalam membangun peradaban manusia di dalam banyak bidang ilmu seperti : Kedokteran, Matematika, Geografi, Fisika, Falak dan lain-lain. Kami sebutkan diantaranya sebagai berikut :
- Kedokteran
Sedari dahulu para ulama dan kaum cendikiawan muslim memiliki perhatian yang besar terhadap Kesehatan, karena ia menjadi salah satu standar kesuksesan dari suatu peradaban. Di antara kontribusi signifikan dari peradaban islam dalam kedokteran adalah Pembangunan rumah sakit, di antara rumah sakit yang dibangun dalam peradaban Islam adalah sebagai berikut : Mustashfa Al-Manshuri di Mesir dibangun oleh Saifuddin Qalawun, Mustashfa Marakish di Maroko dibangun oleh Ya’qub Almanshur, serta bimaristana ibnul furat dan bimaristana Sayyidah berasal dari bahasa Persia dan bahasa Arab klasik yang berarti rumah sakit. Selain itu, Ilmuwan kedokteran muslim telah melakukan inovasi alat-alat medis antara lain al-mibadhi sebuah pisau bedah yang digunakan dalam medis, ia memiliki banyak macam sesuai dengan penggunaanya. Al-mis’at yaitu alat yang digunakan untuk memasukkan obat ke dalam hidung, banyak dipraktekkan di dalam pengobatan herbal klasik, khususnya untuk pengobatan sinus atau sakit kepala.
- Fisika
Begitu juga dalam ilmu Fisika terdapat beberapa kontribusi muslimin di dalam penemuan-penemuan hal baru. Diantaranya penemuan alat pengukur waktu yang diciptakan oleh Ibnu Yunus, alat ini digunakan saat mengamati Bintang. Dan muslimin memiliki banyak buku fisika di antaranya kitab Al manazhir ditulis oleh Ibnu Haitsam, kitab ini membahas salah satu cabang ilmu fisika yaitu Ilmu Optika. Demikian pula terdapat Kitab Mizanul Hikmah dikarang oleh Abdurrahman Al khazani. Juga terdapat Kitab Al mu’tabar fil hikmah disusun oleh Ibnu Malika.
- Matematika
Orang Arab dahulu memakai huruf dalam perhitungan, mereka merumuskan setiap huruf memilik makna angka tertentu, sampai datang Ibnu Ibrahim Al fazzari yang menginovasi nomor-nomor India hingga akhirnya terbentuk angka 1,2,3 dan seterusnya. Begitu juga dalam penemuan angka 0 yang memiliki peran sangat besar untuk mengisi kolom-kolom kosong setelah sebelumnya orang-orang mengalami kesulitan untuk mengisi kolom kosong, hal ini diinisiasi oleh Al Kharizmi, beliau telah mempermudah operasi matematika dan inovasi ini dianggap karya terbaik yang pernah dicapai oleh manusia. Demikian halnya pengembangan pecahan bilangan yang disusun oleh Ibnul Banna Al-marakashi, beliau menggagas garis miring dalam bilangan pecahan yang masih kita pakai sampai saat ini seperti.
Islam membawa seseorang terbang tinggi melintasi cakrawala keilmuan, semua nilai ini muncul sebab islam membentuk pola kehidupan yang produktif, tidak menyibukkan diri pada hal-hal yang tidak bermanfaat, Rasulullah ﷺ bersabda :
{ِمنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ}
“Di antara tanda kebaikan keIslaman seseorang: jika dia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.”
Dan masih banyak lagi nash-nash ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi ﷺ yang menjelaskan hal itu. Islam juga mengajarkan cara bermu’amalah yang baik dengan penciptanya, juga dengan seluruh makhluk hidup bahkan dengan benda mati, yang dirinya melahirkan peradaban yang penuh keberkahan. Lain halnya dengan barat, yang mana sebagian kita mengira bahwa peradaban mereka itu lebih maju dan modern. Kita tahu di Italia, dari bertahun-tahun yang lalu sudah dibangun bangunan megah, yang arsitekturnya pada zaman tersebut dikategorikan sangat sulit, dikarenakan bentuk bangunanya yang banyak celah, bangunan tersebut adalah Koloseum. Namun, tahukah kita fungsi dari bangunan tersebut ? di tempat itu sudah ribuan manusia dan hewan mati akibat dipertarungkan di tengah gelanggang dan hal itu menjadi ajang tontonan masyarakat dan para raja pada saat itu. Sungguh mengerikan sekali, peradaban apa yang mereka maksud ? benar keilmuan sudah maju disana namun kosong dari nilai-nilai moral kemanusiaan. Menggunakan Ilmu sebagai alat untuk menguasai alam tanpa memerhatikan hak-hak yang berada disekelilingnya. Mengedepankan hawa nafsu daripada melihat maslahat orang banyak. Oleh karena itu, Islam hadir untuk menyelamatkan dari keganasan ilmu pengetahuan yang tak terkendali, Islam datang untuk berjalan berbarengan dengan ilmu untuk mengangkat derajat manusia, karena sejatinya ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang bisa memuliakan manusia itu sendiri. Lihatlah peradaban yang tinggi pada saat generasi Nabi Muhammmad ﷺ, dimana Rasulullullah ﷺ menanamkan kepada para sahabatnya hubungan baik terhadap Rabnya terlebih dahulu, diajarkan kepada mereka radiallahu ‘anhum tauhid, menyembah hanya kepada Tuhan yang maha Esa, setelah itu kemudian Rasulullah ﷺ mengajarkan bagaimana bermu’amalah kepada makhluk hidup, tumbuhan, hewan dan tentu manusia, Rasulullah ﷺ bersabda :
{في كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أجْرٌ}
Dalam setiap hati yang basah ada pahala
Di akhir kalimat penulis ingin mengajak para pembaca untuk melihat kembali bahwasanya muslimin memiliki sejarah gemilang di dalam ilmu dan peradaban, salah satu buku yang mengabadikan hal tersebut adalah kitab Tarikhul ‘Ulum ‘indal muslimin yang dikarang oleh Ahmad Ismail dan Khaulah Mahmud. Melalui semangat keilmuan serta nilai-nilai dan motivasi agama kita bisa berinovasi dan membangun peradaban yang penuh keberkahan bagi dunia global secara umum dan pada negri kita tercinta Indonesia secara khusus. Aamiiin ya Rabbal ‘alamiin.
Muhamad Imam Syauqi adalah mahasiswa Universitas Mohamed Bin Zayed for Humanities jurusan Al-Qur’an dan Hadis. Ia juga menempuh pendidikan fiqh madzhab Syafi’i secara daring di Ma’had Imam Nawawi. Aktif di Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) UEA, ia berkontribusi dalam divisi Kajian dan Literasi. Minat utamanya mencakup studi ilmu Al-Qur’an, fiqh Syafi’i, dan sejarah peradaban Islam.
Untuk mengenal lebih jauh, kunjungi Instagram: @imamsyauqi27